dakwatuna.com – Ketika kita sadar bahwa setiap orang
akan mendapatkan ujian sesuai dengan kemampuannya. Kadang rasa yang
hadir adalah ketakutan untuk berprestasi dan memiliki kemampuan yang
lebih. Karena stereotype dalam dirinya menyadari bahwa dengan menjadi
semakin hebat maka akan semakin tinggi ujian yang harus dihadapi,
semakin besar pula tantangan yang menerpa. Dampaknya berbagai harapan
pupus seiring dengan ketakutan menghadapi ujian.
Sungguh demi
jiwa-jiwa yang tak pernah lelah menggapai sesuatu. Persepsi di atas
adalah suatu kewajaran. Mengingat kita dibekali dua unsur fitrah yaitu
adanya pengharapan dan adanya rasa takut atas sesuatu. Sesungguhnya yang
menjadi persoalan adalah ketika kita salah dalam menyikapi potensi
tersebut. Rasa takut yang berlebihan bisa menjadi jebakan setan yang
sangat nyata. Halus seolah mulus, terbesit dalam kesempitan jiwa yang
haus akan cahaya. Dahaganya seolah terobati dengan kepasrahan berada di
zona nyaman. Padahal itu semu dan memabukkan, karena dengan tegas sang
Kekasih menyampaikan bahwa
“Barangsiapa yang hari ini lebih
baik dari hari kemarin sesungguhnya dia telah beruntung, barangsiapa
yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka sesungguhnya ia telah
merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin,
maka sesungguhnya ia terlaknat.” (HR. Dailami).
Artinya,
setiap pribadi di antara kita harus menjadi orang yang baru secara
positif setiap hari. Semangat baru, terobosan baru, dan maha karya baru.
Wahai
para penggerak roda peradaban, menyikapi ujian dan tantangan yang
muncul seharusnya kita pandang sebagai kesempatan untuk meningkatkan
kualitas personal dan masyarakat. Menjadi suatu peluang besar untuk
akselerasi potensi, skill, dan kemampuan. Pengobat jiwa yang sakit dan
pengasah rohani yang mulai berkarat oleh virus-virus duniawi.
Betul
memang harus disadari, akan ada dua akibat yang pasti hadir setelah
menempuh ujian. Pertama adalah keberhasilan dalam melalui ujian dan yang
kedua adalah kegagalan melalui ujian. Jika kita berhasil maka
melahirkan kepuasan tersendiri yang merangsang kita untuk terus dan
terus bersemangat meraih keberhasilan yang lain. Motivasi berprestasi
dan jiwa optimis akan tertancap erat dalam diri kita dengan sendirinya.
Bilamana
gagal, kita mungkin akan jatuh sesaat, tapi bukan untuk mengeluh, pilu,
putus asa, dan merana. Kegagalan hanyalah salah satu obat agar kita
bertransformasi menjadi pribadi unggul dan tangguh. Sadari dan yakini
bahwa dengan kegagalan justru wujud kasih sayang Sang Penguji begitu
nyata. Begitu cintanya Dia pada kita sehingga tak rela ketika kita
terpuruk, hanya menjadi orang biasa-biasa, tanpa peningkatan kualitas
yang berarti. Tanamkan dalam raga, benak, dan hati kita bahwa ujian
hanya datang pada mereka yang pantas, kepada mereka yang memiliki
kualitas luar biasa untuk menyelesaikan ujian dengan sukses. Setiap
kegagalan adalah pintu awal kesuksesan. Mereka yang pernah gagal akan
jauh menikmati kesuksesan dibandingkan mereka yang belum pernah gagal.
Kegagalan akan tetap menjadi kegagalan ketika kita salah bersikap.
Mari
buka benak dan hati kita, luruskan niat ikhlas hanya pada-Nya. Ketika
hidup hanya satu kali namun menyimpan berjuta rangkaian ujian dan
pilihan. Sadari bahwa semua pilihan sikap pasti ada resiko, semua ujian
pasti ada kesempatan berprestasi. Maka berpikirlah dengan jernih dan
ikhlas sebelum memilih agar mampu memperoleh pilihan yang terbaik
sehingga dimudahkan dalam menempuh ujian. Pilihan yang paling
menguntungkan dan manfaat di dunia dan akhirat. Pilihan yang kelak
menyelamatkan dan memperingan pertanggungjawaban. Jadikan do’a dan
ibadah sebagai landasan dalam memilih. Ikhtiar dan tawakal sebagai
pelumas menghadapi ujian. Syahadah sebagai komitmen dan processor
dalam mengarungi kehidupan. Ingat, jangan takut menghadapi ujian,
karena ujian itu indah dan bersyukurlah atas ujian yang hadir.
Wallahu’alam.
Senin, 26 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar