Jumat, 08 Juni 2012

Berlomba dalam Kebaikan

  Keimanan kita bukan sekadar ucapan, ritual, dan gerakan lahiriah saja yang menandakan keyakinan kepada Allah. Akan tetapi, keimanan juga adalah menjalankan semua perintah Allah dan berlomba-lomba dalam kebaikan dengan salah satunya menginfakkan harta di jalan Allah.

- Handphoneku yang silver bernyanyi lagi dengan menandakan bahwa pesan masuk telah diterima dia adalah Ochie sahabat baruku yang kemarin menikah:

Assalamu’alaykum. Arin, ada info lomba artikel ni mau ikut ndak?

Aku langsung reply.

Mau… Mau temanya tentang apa ukht?? Dengan disisipi picture senyum.

Kemudian sahabatku balas.

Population, Food, Environment, Energy, and Ecology.

Tapi Rin deadline besok lohhhh!!!!

Aku reply lagi. Gubrak. Keburu gak yahhh Ochie?

Semangat!!!! Balasan sahabatku.

Oke syukron ukht atas infonya.

Aku langsung menyalakan laptop ku yang berwarna merah maroon, dan ku awali bissmillah setiap memulai ibadah. Pukul sembilan malam lebih lima belas menit Arin dengan khusyu mengerjakan artikelnya yang baru dikasih tau sahabatnya itu dengan deadline besok harus segera dikumpulkan di ditmawa (direktorat kemahasiswaan). Hobinya menulis sejak ia tekuni saat sma dulu. Memang cita-citanya ingin menjadi penulis best seller seperti Mbak Asma Nadia yang bukunya laris terjual selain menjadi dosen. Pengalaman kegiatannya lumayan cukup banyak dalam dunia menulis, namun Arin masih belum bisa produktif melakukan menulis seperti penulis umumnya yang selalu menghasilkan karya yang hebat dan luar biasa, seperti temanku Novita tulisannya sudah di mana-mana ada yang di media cetak maupun online bahkan sudah dijadikan buku. Karena kesibukan juga sebagai mahasiswa yang selalu banyak tugas akhirnya ia menulis sekadar hanya ada lomba saja baru ia menulis. Ugghh… batinku kesal. Ia sempat termenung dan berharap bisa memperbaiki waktunya untuk menulis.

Menurut Bunda Helvy Tiana Rosa dalam memberikan motivasinya kepada penulis saat mengisi seminar bulan lalu di Depok UI. Ada kata-kata indah yang membuat aku takjub sampai sekarang adalah “menulislah sebelum kau mati,” kemudian kata-kata dari Pramoedya Ananta Toer yang membuat aku kagum dan terus menulis adalah “orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan sejarah”. Karena karya-karya terbaik kita akan terus diingat sampai kapan pun walau kita nanti akan menghadapNya cepat atau nanti pasti akan meninggalkan dunia. Menginspirasi banget bukan? Aku juga ingin memiliki kebermanfaantan seperti beliau dengan karya-karyanya yang memberikan inspirasi bagi diri pribadi dan juga orang lain agar terus harum dan mewangi namaku nanti. Aamiin Ya Robba’almin.

“Fokus… Semangat… Semangat, “ Batinku menyemangati.

“Lumayan kan hadiahnya, kalau aku menang, bisa di infaqkan uangnya untuk yang membutuhkan. Aamiin Ya Allah.” Arin bersemangat dan fokus dalam artikelnya.

Ahad sore kemarin di Rumah Allah dengan gerimis yang sangat. Murabbiku menyampaikan materi halaqahnya tentang “membiayai dakwah dengan harta kita”. Subhanallah jika harta yang kita punya dimanfaatkan untuk dakwah maka Allah akan melipatgandakan harta kita dan Allah akan mencukupi kehidupan kita sehari-hari. Rasulullah SAW pernah ditanya oleh para sahabat, wahai Rasul kepada siapakah kami harus berinfaq? Mendengar pertanyaan dari para sahabat, Rasulullah menjawab. “Segala sesuatu yang kalian infaqkan dari kebaikan berilah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, fakir miskin dan ibnu sabil.” Pada masa Rasulullah SAW para sahabat berbondong-bondong untuk berinfaq, bahkan sampai-sampai Abu Bakar Siddiq menginfaqkan seluruh hartanya di jalan Allah, setelah Rasulullah mendengar hal tersebut, lantas Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar, “Wahai sahabatku jika engkau menginfaqkan seluruh hartamu lalu apa yang kamu punya?” Tanya Rasul. Abu Bakar menjawab, “Aku masih memiliki Rasulullah, kekasih Allah”. Mendengar jawaban Abu Bakar Rasulullah langsung memeluk Abu Bakar dan berkata; Engkau bersama ku di Surga.

Subhanallah kepribadian Abu Bakar membuat kita ternganga dan terpesona akan manisnya kebaikan beliau. Semoga kita bisa melakukan demikian yang dicontohkan sahabat Rasulullah itu. Bahkan Umar saja tak mampu untuk menandinginya karena Umar hanya merelakan setengahnya saja dalam menginfaqkan hartanya.

Allah SWT berfirman. Siapakah di antara manusia yang mau membelanjakan (menginfaqkan) hartanya di jalan Allah, niscaya benar-benar akan Aku ganti. “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah ayat 261).

Pada saat materi halaqah juga dijelaskan bahwa harta kita bukan hanya materi saja, melainkan juga waktu luang kita, kesehatan kita, orang tua kita yang selalu mendukung apa yang kita kerjakan, saudara kita yang senantiasa memudahkan kita untuk melakukan kerjaan baik di waktu senang dan duka itu termasuk kemudahan kita untuk melakukan kebaikan.

Alhamdulillah tak terasa pukul setengah dua belas malam artikel ku sudah finish dan tinggal dikumpulin besok di rektorat bagian kemahasiswaan IPB. Akhirnya mataku terpejam sesaat. Pukul tiga malam aku terbangun untuk menunaikan shalat malam dengan tenang, dan khusyu untuk mendekatkan diri kepadaNya. Sejuknya saat itu dengan air mata yang membasahi wajahku di saat aku bermunajat kepadaNya. “Salah satu doaku adalah “Ya Allah aku ingin menyampaikan kebaikan melalui tulisanku ini, semoga Engkau meridhai apa yang hamba lakukan. Aamiin.

Saat aku meminta padaNya, aku pun teringat dan terenyuh ketika sahabatku membacakan surah Al Hasyr ayat 18 dengan segala firmanNya yang Mahabenar.

“Wahai orang-orang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (AKHIRAT), dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Mari saudaraku berlomba-lomba menuju kebaikan!



Termotivasi dengan materi halaqah kemarin, semoga memberikan manfaat untuk kalian yang membaca. Aamiin ya Robbal’alamin.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/06/20983/berlomba-dalam-kebaikan/#ixzz1xBa0C45e

>>> Kera-Kera Keladi >>>


Sssstttt… ada benang merah lagi yang kita temukan, dan juga kita bakal menemukan mutiara di dalam lumpur. Yuk, sebentar saja kita sempatkan berburu. Keep spirit…

Semasa kecil berulang kali kita mendengarkan cerita tragis si kera usil. Yang pada suatu hari ia berjalan-jalan di pinggiran hutan dekat dengan jalan setapak. Cuaca senang, sepertinya sedang berpihak padanya saat itu, ia menemukan sebuah perkebunan aren milik seorang petani. Berlanjut dengan ide cerdik, licik dan jahilnya muncul untuk memanen aren yang ada di kebun tersebut. Ember, pisau, tali dan segenap peralatan penyadapan sudah ada di pojok kebun, yang mana sering digunakan pak Tani untuk memanen air sadapan aren.

Siikkk Assiikkk… Ssiikk Asssiiikk.. Itulah yang memenuhi pikir dan perasaan si kera. Tak perlu bersusah payah menanam ataupun merawat namun pada akhirnya bisa merasakan hasil panenannya. Lancar, sampai ia menanti ember yang dibawanya itu penuh dengan air sadapan ia tunggu sembari tidur-tiduran di atas pohon. Tepat di depan posisi ember. “Yuhu, pasti ember sudah penuh dan bisa kujual ke pasar, dan aku akan mendapatkan uang darinya”. Lagi-lagi pikiran cari untung sendiri masih melingkupi pikirannya.

Angan yang semakin panjang, ditemani angin yang mendayu lirih perlahan mengantarkannya pada tidur dan mimpi-mimpi indah. Hingga akhirnya “Brukkk” terulang suara serupa yang lebih ringin “bruk”, “Adduuuuuhhh, mimpi apa ini?” teriak si kera dengan lantangnya. Ya, ia terjatuh. Maka spontan pak Tani datang dan meringkus si kera. Singkat cerita, ia lantas diadili oleh pak Tani. Jengkel, bahagia, marah, syukur dan semuanya tertumpah jadi satu. Kera ini harus dihanguskan.. ckckckc. Tragis. Inilah akhir hidup dan perjalanan si kera. Kandaslah cita-citanya untuk menjadi kaya dengan berjualan air sadapan aren, dan hilanglah sudah mimpi-mimpi besarnya.

Kesimpulan singkatnya, karena si kera melamun sampai ia tertidur, ia lalai dan semakin lengah oleh terpaan angin lirih yang mendayu sepoi-sepoi. Terjatuh dan jatuh pula mimpi-mimpinya, karena kera masih menganut paham “mimpi di siang bolong”. Tidak syah, halal dan realistis. Poor you ^^

Ini mungkin mutiaranya..

Memang, tidaklah tepat kalau kita menjadikan kera sebagai acuan. Karena dulu pun ketika mbah kakung (jawa: kakek) Charles Darwin mengemukakan bahwa kita adalah keturunan kera, berduyun-duyun pada tidak terima, sampai dengan hadirnya sanggahan dari Ust.Harun Yahya membantu menguatkan pijak sanggahan tersebut. Serentak kita tidak menyepakatinya. Namun bukankah Allah menciptakan segala sesuatu itu tidak untuk disia-siakan? Pasti semua berhikmah, berpetuah dan akan ada pelajaran kalau kita mau terbuka dan mencoba memahaminya. Okey? Siap dan semangat? Lanjutkan!

Celetukan yang akan digumamkan orang ketika mendengar atai membaca kisah di atas adalah, “harusnya kera tersebut tidak mencuri, tapi ijin pada yang punya kebun dan jangan mengharap atas apa yang bukan menjadi hak miliknya serta tidak sewajarnya ia panjang angan-angan dan kemudian terlena atas keadaan.

Amati-Tiru-Modifikasi. Konsep ATM masih diberlakukan di sini.

Karena baik, maka pilihlah

“Mereka menanyakan kepadamu; apakah yang dihalalkan bagi mereka? ‘katakanlah: “dihalalkan bagimu yang baik-baik” (QS. Al Maidah: 4)

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik….” (QS.Al Maidah: 5)

Tanamkanlah, bahwasanya memang hanya yang halal saja yang boleh. Hanya yang baik saja yang halal. Maka, ayo, terapkanlah pola mendengar dan kemudian taat. Jika berharap kebiakan (termasuk di dalamnya adalah kesuksesan dan kebahagiaan) maka gunakan jalan yang baik sesuai yang diaturkan untuk kita. Apalagi kalau bukan al Qur’an dan as Sunnah?

Berangan-angan dan punya mimpi, itu adalah hak dari semua orang. Dengan punya mimpi, maka diharapkan akan ada ikhtiar yang digunakan untuk meriaihnya, mimpi-mimpi akan menjadi motivasi tersendiri dalam bergerak. Hanya saja dalam ranah angan dan mimpi, kita akan menjumpai beberapa tipe manusia.

1. Tipe pesimis

Di mana manusia yang mimpinya lebih kecil daripada kesempatan yang ada. Ia tak mau menanggung banyak resiko atas kegagalan dan kekecewaan.

2. Tipe realis

Di mana manusia yang menyetarakan antara kesempatan dan impian. Ia lebih memilih tinggal dalam nuansa yang flat (datar)

3. Tipe idealis

Jika kesempatan itu ada 10, maka dia akan membuat 15 mimpi atau bahkan lebih. Di mana 10 mimpi ia penuhi dengan kesempatan, namun dia juga akan mengikhtiarkan untuk menemukan 5 kesempatan baru guna mengejar 5 targetan mimpi tertinggalnya. Ia akan berusaha untuk mencari peluang, ia akan bekerja keras melewati tantangan. Karena idealisme yang mengantarkan orang semacam ini pada kerja keras dan kerja cerdas.

Pilihan tipe mana yang hendak digunakan dan perlu diingatkan bahwasanya setiap tipe juga akan memiliki resiko tersendiri, kelebihan dan kekurangan masing-masing. Intinya “seimbangkan anganmu dengan ikhtiarmu”.

Dan bersiap siagalah…

Ibnu Abbas RA berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “awal dari perkara ini adalah nubuwah dan rahmat, kemudian khilafah dan rahmat. Setelah itu akan muncul raja dan rahmat, lalu penguasa dan rahmat, kemudian mereka saling melukai sebagaimana keledai saling melukai. Oleh karena itu, hendaklah kalian berjihad. Dan sesungguhnya, jihad paling utama adalah ar ribath (besiap-siaga). Ribath kalian yang paling utama adalah di ‘asqalaan”.

Dan masih ingatkan kita, sebagaimana dalam surat cinta yang selalu kita baca “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”. (QS. Ali Imran: 200)

Tidak pernah ada nasehat atau pesan “jangan hati-hati ya, nanti kamu jatuh saja ya di jalan!” atau pesan-pesan senada yang lainnya. Yang ada justru pastilah pesan bagaimana kita terus melangkah dengan penuh kehati-hatian, penuh kewaspadaan dan tersu bersiap siaga. Dengan siap siaga akan menghadirkan penjagaan yang ketat, dengan siap siaga suatu kelalaian dan kelenaan tidak akan dengan mudah menghampiri terlebih menyapa, kapanpun dan di manapun tetaplah bersiap siaga….

Pilih jalan yang baik, terus pertajam mimpi dan kuatkan ikhtiar serta bersiap siagalah. Jangan sebatas mengharap layaknya kera dalam cerita. Jika si kera sudah jatuh karena kesalahannya, maka sungguh tak layak jika kita hanya mendengar lantas mengulang kesalahan tersebut. Maka, ikhwah, ayo bangkitlah karena kita bukanlah kera. Kita bukan kera-kera keladi itu.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/06/20946/kera-kera-keladi/#ixzz1xBYfVSAh

Kamis, 07 Juni 2012

||| Berdialog dengan Allah SWT |||


Jika kita melihat judul di atas, bisakah kita berbicara dengan Allah SWT? Sementara seperti kita ketahui, Nabipun hanya beberapa yang dapat langsung berbicara dengan Allah. Seperti Nabi Adam as atau dari... belakang tabir seperti Nabi Musa as dan Rasulullah Muhammad SAW ketika di sidhrotul muntaha.

Bisakah kita manusia biasa? Allah berfirman dalam Alquran: “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (QS. Al Baqarah, 2 : 253)

Dalam ayat yang lain: “Dan rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An Nisa, 4 : 164)

“Tidak adalah bagi manusia, bahwa Allah bercakap-cakap dengan dia, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir, atau Dia utus seorang utusan(malaikat) lalu utusan itu mewahyukan dengan izinNya apa-apa yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Dia Maha tinggi lagi Maha bijaksana.” (QS. Asy Syuro, 42 : 51)

Jadi tidaklah mungkin seorang manusia dapat bercakap-cakap dengan Allah SWT. Jadi bagaimana jika kita ingin curhat kepada Allah? Seorang ulama menyebutkan “Jika kita ingin berbicara kepada Allah, berdo’alah/sholatlah. Dan jika kita ingin mendengar Allah maka bacalah Alquran.” Karena sesungguhnya Allah Maha Mendengar Maha melihat, Maha mengetahui yang Nampak dan yang tersembunyi.”

“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Al Hajj, 22 : 61)

Berkenaan dengan ini, pernah datang seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang bertanya: "Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat atau memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?"

Nabi SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini sebagai jawaban terhadap pertanyaan itu, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (QS. Al Baqoroh, 2 : 186)

Menurut riwayat lain, ayat ini turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW, "Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman "Ud'uuni astajiibu lakum" yang artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku akan mengijabahnya (QS. Al Mu’minun, 40 : 60). Berkatalah salah seorang di antara
mereka: "Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?" Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir yang bersumber dari Ali)

Dalam Hadis Qudsi dijelaskan bagaimana kita sebenarnya “berbicara” dengan Allah ketika kita sedang sholat, atau lebih tepatnya ketika kita membaca surah Al Fatihah.

Allah Ta’ala berfirman, “Aku membagi sholat antara Aku dan hambaKu menjadi dua bagian, dan bagi hambaKu apa – apa yang dia minta. Maka apabila ia mengucapkan (Alhamdullillahi Rabbil ‘Alamiin) – Allah Ta’ala berfirman : hamdani 'abdi HambaKu telah memujiKu.

Dan apabila ia mengucapkan (Arrahmaanirrahiim) – Alloh Ta’ala berfirman :'Atsna alayya 'abdi HambaKu telah menyanjungKu.

Dan apabila ia mengucapkan (Maaliki Yaumiddiin) – Ia berfiman : HambaKu telah memuliakanKu, dalam riwayat lain: Majjadani abdi HambaKu telah mengagungkanKu.
Maka apabila ia mengucapkan (Iyyaaka Na’budu Wa Iyyaaka Nastai’en) – Ia berfirman : Hadza bayni wa bayna abdi, wa li abdi ma sa’ala Ini adalah antara Aku dan antara hambaKu, dan bagi hambaKu apa yang ia minta.

Maka apabila ia mengucapkan (Ihdinash-shiraathal Mustaqiim Shiraathalladziina An’amta ‘Alaihim Ghoiril Maghduubi ‘Alaihim Waladhdhoolliin) – Ia berfiman :Hadza li abdi,wali 'abdi ma saalaIni adalah untuk hambaKu dan bagi hambaKu apa yang ia minta” (HR. Muslim, hadist no 904)

karena itu perbanyaklah doa, karena doa itu ibadah dan Allah mendengar doa-doa kita. Dan perbanyaklah mendengar atau membaca kalam Allah yaitu Al Qur’an. Dengan demikian kita seakan-akan terus “berdialog dan berbicara” dengan Allah dalam keseharian kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang diridhoi Allah SWT. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin.

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.

>>> About Love (Again) >>


Tenang saja, kau pun akan mendapatkan sebuah cinta atau bahkan kau telah memiliki cinta. Bukan hanya sebuah retorika tentang cinta. Perlakuan manja para pecinta pada yang dicinta. Atau sebuah cibiran berbalut h...alus kata-kata yang sebenarnya menghujam si penanti cinta. Tiada yang tahu jika tidak menjadi korban.

Ya, mungkin aku, kau atau mereka kini bermain dalam sinema cinta. Entah sedang berlakon sebagai pemeran utama yang memainkan cerita cinta dengan beragam likunya. Atau berlakon sebagai penanti cinta yang sejati yang entah kapan akan lelah ditunggui. Yang aku yakin, tidak ada yang sia-sia kawan, jika kita berniat ikhlas. Mungkin, ada yang telah kecewa dan menjadikan cinta sebagai tersangka. Oh bukan, cinta tidak pernah salah dan tidak mungkin jadi tersangka. Cinta hanya sebuah objek dan subjeknya adalah pelaku (baca: manusia). Cinta selalu indah, meskipun jalan mendapatkannya memerlukan langkah tertatih, airmata yang kerap mengalir atau doa yang menjadi bertambah.

Jika cinta menjadi sebuah beban, maka lepaskanlah saja cinta itu. Karena cinta bukanlah sebuah beban. Jika cinta selalu menghadirkan perasaan was-was tiada terkira, bisa jadi itu adalah sebuah ketakutan akan sesuatu yang berlabel cinta. Jika cinta membuat lalai, mungkin itu adalah benalu di sudut qalbu. Ya, itu bukanlah sebuah cinta.

Jangan anggap bahwa kau belum mendapatkan cinta, hanya karena belum ada pasangan yang kerap kau rindui hadir menemanimu saat makan malam. Jangan anggap bahwa kau belum mendapatkan cinta, hanya karena banyak yang berkata, “Anakku ada tiga, anakmu berapa?”. Jangan pula kau anggap, cinta itu hanya sebuah penghambaan manusia kepada manusia lainnya yang diberi nama “kasih sayang”. Cinta bukan sebuah penghambaan.

Cinta selalu hadir pada hatiku, kamu dan mereka. Tidak selalu cinta kita itu nampak. Butiran emosi kadang menampik cinta sebenarnya. Tenang saja. Hati yang naik turun dan cinta yang timbul tenggelam. Itu adalah fitrah. Yang terpenting, ingatkan selalu hati akan cinta itu tidak melanglang teramat jauh. Tanpa cinta, tak akan ada memori indah, tak akan ada hikmah dan cerita.

Fitrahnya manusia ingin dicinta dan ingin mencintai. Ada segumpal rasa yang hendak dikeluarkan, untuk dilabuhkan. Karena Allah Sang Maha Kasih telah menebarkan pada hati manusia sebuah cinta. Juga Allah sisakan satu ruang dalam hati untuk melembutkan diri dan menerima curahan cinta dari manusia lainnya. Meski tidak semua -termasuk saya- menginginkan cinta itu. Karena belum baik waktunya atau akan menimbulkan efek yang tidak baik jika diterima. Cinta bisa menjadi indah, jika dihadirkan pada orang yang tepat, saat yang tepat dan tujuan yang benar. Apa yang kau rasa, tidak selalu benar tidak selalu salah. Biarlah itu menjadi rahasia hatimu dan Tuhanmu. Walau banyak yang berkata menunjuk seolah menghakimi. Hanya kau dan DIA yang tahu.

Oh cinta, dimana-mana ada cinta. Pada media manapun, jika mengangkat berita atau tulisan mengenai cinta (apalagi cinta antar manusia) bisa dipastikan akan menjadi trending topic. Tentu saja seperti itu, baru membaca judulnya saja sudah penasaran. About love. Meskipun berita yang diangkat tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya (bisa jadi tulisan ini seperti itu).



Segores makna dari sang pencinta.

Trauma Persepsi


Itulah tema yang disampaikan pada liqa’ gabungan malam ini di DPRa kecamatan Setia Budi.

Jika menelisik kata ini, yang muncul di pemikiran pertama adalah mengenai “Trauma” dan “Persepsi”. Menurutku dua hal ini adalah kata yang berbeda dan tentunya punya makna yang berbeda. Dalam pandanganku, Trauma adalah suatu respon psikologis dalam diri seseorang atas kejadian yang menimpa dirinya, kejadian ini biasanya membawa seseorang kepada suatu belenggu kehidupan, selalu teringat pada kejadian masa lalunya, yang berdampak pada pandangannya di masa mendatang. Sedangkan persepsi adalah cara pandang seseorang terhadap suatu obyek tertentu.

Menariknya adalah ketika kedua kata ini digabungkan. (Maaf, mungkin pembaca sekalian pernah mendengar gabungan kata ini, tapi saya baru pertama kali mendengarnya). Dan secara lugas, Trauma Persepsi (dalam pandanganku) adalah Penyakit psikologis seseorang terhadap hal tertentu yang kemudian membelenggu kehidupan mereka dan membawa mereka kepada mindset tidak bisa keluar dari belenggu tersebut sehingga ke depannya menghambat perkembangan kehidupan mereka. Simpelnya adalah Trauma Persepsi membawa seseorang mempersepsikan segala sesuatu tidak bisa diubah karena arahan dari pemikirannya yang sempit. Sedikit gambaran bahwa, secara kasar, trauma persepsi adalah satu perasaan ketika kita memiliki ‘mental block’, merasa tidak mampu sebelum melakukan sesuatu, sudah menyerah sebelum berperang.

Dalam materi yang disampaikan tadi, Trauma Persepsi (Al-’Uqdah Adzdzaniyyah) akan mendorong kepada trauma jiwa dan pemikiran. Terdapat 7 trauma persepsi yang mesti dipastikan bersih dari diri darinya:

   1. Al’-uqdah al-inhizamiyah, yaitu trauma persepsi selalu kalah kalau bertarung.
   2. Al’-uqdah al-istihdafiyah, yaitu trauma persepsi yang merasa kalau kita ini jadi objek terus.
   3. Al’-uqdah almuamaratiyah, yaitu mentalitas merasa orang-orang lain sedang bersekongkol melawan kita.
   4. Al’-uqdah arraj’iyyah, yaitu trauma kalau kita ini terbelakang.
   5. Al’-uqdah salbiyah, yaitu trauma persepsi yang berpikiran selalu negatif.
   6. Al’-uqdah alkamaliyah, yaitu trauma persepsi yang cenderung perfectionist.
   7. Al’-uqdah attaba’iyyah, yaitu trauma persepsi dari orang-orang yang tidak mau kreatif, maunya mengikuti.

Ketujuh jenis trauma persepsi di atas akan membawa dampak yang nyata yaitu “Seseorang tidak akan menyadari kekuatan besar pada dirinya sendiri yang mendorongnya kelak akan menjadi penonton dan sebagai pengikut (follower) saja”. Kesalahan dalam persepsi ini adalah selalu menganggap lawan berdigdaya dan tidak mau menyadari potensi besar yang tersembunyi dalam diri.

Ketika dijelaskan dampak nyata ini, pemateri menguraikannya dalam analogi seekor gajah. Sejak kecil dengan tubuhnya yang lemah, seekor gajah dirantai kaki dan tangannya. Sepanjang perjalanan kecilnya selama diikat, sang gajah selalu berusaha memberontak untuk bisa melepaskan diri dari belenggu rantai tersebut. Namun tetap tidak bisa. Hasil jerih payahnya nihil (Menurutku ini wajar karena tubuhnya yang masih terlalu kecil dan masih bertenaga sedikit.) Akhirnya gajah kecil ini pasrah atas nasib dirinya. Waktu terus berjalan hingga tubuhnya semakin besar. Hingga dewasa pun, ia tetap pada posisinya yang terikat dengan belenggu rantai tersebut tanpa melakukan tindakan untuk melepaskan diri kembali. Padahal, semakin besar gajah, semakin besar pula kekuatan yang ada pada dirinya, dan akan semakin mudah pula bagi dirinya untuk melepaskan diri. Namun, karena trauma masa lalu yang memenuhi segala pemikirannya, hingga potensi kekuatan yang dimiliki pun tak diketahuinya. Sang gajah hanya fokus pada dirinya yang terikat. Tidak mampu mendeteksi kekuatan besar yang bersemayam dalam tubuhnya.

Inti dari materi Liqa’ malam ini adalah sebagai seorang kader dakwah, kita harus menjauhkan diri dari paradigma-paradigma lama yang sempit yang akan berdampak pada kinerja dakwah. Paradigma yang melihat segala sesuatu itu sulit, tidak bisa diubah, sudah hukum alam, lawan yang selalu berdigdaya, diri yang masih kerdil, keberanian yang memprihatinkan, dan sejenisnya, harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan kita.

Karena pada hakikatnya Umat Muhammad adalah umat terbaik dari umat-umat sebelumnya yang tentunya memiliki potensi diri yang besar (seperti yang terukir dalam sejarah Islam sebagaimana Kaum Muslimin yang sedikit bisa mengalahkan Kaum Kafir yang begitu banyak).

Intinya adalah “BERANI“, karena kita (kader dakwah) memiliki kekuatan-kekuatan yang tidak dimiliki oleh orang-orang kafir, seperti kekuatan Ruhiyah, kekuatan Pengetahuan, kekuatan Solidaritas Kader, dan satu kekuatan abadi yang membersamai kita, yakni kekuatan atau Kebesaran Allah SWT.

Sumber: Dakwatuna.com

Zaman Ke-emasan Kemasan

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
...
Istri saya dan Kakak perempuan saya, setali tiga uang. Cocok sekali, dalam istilah sundanya “nurup cupu”. Istri saya biasa dipanggil mommy dan kakak perempuan saya biasa dipanggil Bunda. Jika berbelanja sesuatu mereka selalu menunggu saat ada program bonus atau diskon khusus.

Maklum zaman sekarang di mana-mana program bonus dan diskon selalu ada setiap bulan, dari mulai paket bundling, buy 1 get 1, up to 70% sampai dengan bonus umrah dan lain sebagainya. Program pun tidak perlu menunggu momen-momen tertentu, seperti saat lebaran atau tahun baru, tapi ada saja program sepertinya setiap bulan adalah season sales (musim belanja).

Seluruh produk dari mulai makanan sampai alat relaksasi dikemas sedemikian rupa agar tampak elok. Awalnya sebuah produk diberi polesan agar tampak menarik, ditambahkan kosmetik agar terlihat cantik dan dibungkus agar tampak apik, namun akhirnya seperti paket 3 in 1, berhadiah langsung, undian tahunan sampai dengan paket wisata dan lain sebagainya.

Sangat sulit pada saat ini dapat menentukan atau mengetahui isi dari sekedar melihat kulitnya. Seperti pada buah-buahan saja contohnya, mungkin dulu buah-buahan tidak pernah “dipaksa” berbohong, karena kalau pada saat ini buah-buahan pun dipaksa untuk matang sebelum waktunya, dikarbit, dipeuyeum (dalam bahasa sunda), diberi formalin, ditambahkan zat kimia, tidak terlalu penting rasanya, yang penting terlihat matang, sedikit manis cukup sudah, layak jual. Instan dan menguntungkan. Masya Allah.

Kemasan ini semacam perhiasan yang membuat tutup menjadi cantik, bungkus menjadi menarik. Namun siapa yang tidak menyukai perhiasan? Dunia ini penuh dengan perhiasan dan dunia sendiri adalah perhiasan.

Begitu banyak manusia yang “mengejar dunia”. Berorientasi hanya pada dunia, seakan-akan akhirat itu tidak exist/ada. Padahal Allah telah menyatakan bahwa kehidupan akhirat itu sebenarnya jauh lebih baik. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, “Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’la, 87 : 16-17)

Dalam buku nasihat-nasihat Imam Ghazali Dunia diperumpamakan seperti nenek-nenek jelek yang menutupi wajahnya dan memakai pakaian bagus, indah dan cantik untuk menguji manusia. Jika penutup wajah dan kerudungnya dibuka dan ditarik kain yang dipakainya, maka manusia yang telah mencintainya akan menyesal ketika menyaksikan buruknya rupa dunia.

Dalam sebuah riwayat diceritakan, bahwa pada Hari akhir nanti, dunia akan didatangkan dalam bentuknenek-nenek tua yang jelek, bermata biru, berwajah keriput, dan mempunyai banyak taring. Jika manusia melihatnya, mereka berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari makhluk jelek dan buruk ini.''

Kemudian dikatakan kepada mereka, “Inilah dunia yang karena gara-gara dia kalian saling membenci dan menumpahkan darah tanpa alasan yang benar. Gara-gara dia kalian putuskan tali silaturahim (tali kekeluargaan), dan kalian tertipu oleh perhiasannya.”

Kemudian, nenek-nenek jelek (jelmaan dunia) itu dimasukkan ke neraka. Nenek-nenek jelek itu berkata, “Tuhanku, dimanakah orang-orang yang mencintaiku?”. Maka merekapun (orang-orang yang mencintai dunia) dipanggil dan dimasukkan ke dalam neraka jahanam.

Dan banyak lagi ayat yang menjelaskan betapa besarnya kecintaan manusia terhadap dunia. Sebagaimana ayat: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (syurga).”(QS. Ali Imran, 3 : 14)

"Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaikp erbuatanya."(QS. Al Kahfi, 18 : 7)

Inilah zaman ke-emasan kemasan. Zaman praktis, zaman all in one, zaman instan, zaman banyak orang tertipu, menipu dan ditipu oleh kemasan. Isi, substansi, kedalaman, proses kematangan perlu diagendakan ulang. Dan kita mestilah berhati-hati.

Karena kita, manusia memang cenderung menyenangi kemasan, perhiasan. Kita pun ingin selalu tampil baik dengan kemasan tentunya, dengan perhiasan, seperti baju dan lainnya. Karena itu sering kali kita diingatkan bahwa sebaik-baiknya pakaian adalah taqwa. (QS. Al A’raaf, 7 : 26).

Dan ketika kita mengemas diri dalam bersolek maupun berdandan. Bacalah do’a “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah kejadianku, maka perindah pula akhlak (budi pekerti)-ku. Aamiin Ya Rabbal ‘alamiin.

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.